ALGOJO KEMATIAN Oleh Rei Rumlus
ALGOJO KEMATIAN
Kopi hitam kembali diseduh tak pakai gula.
Nikmati hidup, walau nafas terus terjajah.
Setangkai mawar kematian, jadi risalah.
Salam, bagi kalian penguasa yang terus berulah.
Ini aku, algojo kematian.
Aku datang dari arena jalanan.
Tumbuh mekar dalam barisan pemberontakan.
Kau tak bisa menghindar, kepala mu harus jadi bayaran perjanjian.
Ku dengar, rakyat kecil kau permainkan bagai dalam arena sirkus.
Apa kau lupa? atau memang terlalu rakus.
Ketika kau perlukan mereka, kau kejar sampai ke lobang tikus.
Kau begitu haus akan narkoba yang bernama kekuasaan.
Kau terlena, menutup mata dan lupa tiap jeritan tangis rakyat kecil di gubuk penderitaan.
NEGERI PENJAJAH, itu kalimat yang tepat.
Penguasa berpenampilan layaknya akrobat.
Pertahankan kekuasaan dengan kemampuan hanya menjilat pantat.
Jika rakyat kecil terus menangis.
Bunda Ikhlaskan lah anak mu menunjukkan sifat bengis.
Kan ku penggal kepala penguasa akrobatis.
Biarkan rakyat kecil tertawa gembira di atas mayat penguasa yang mati secara tragis.
Idealis ku tak bisa kau tawar.
Sudah saatnya, racun diberikan penawar.
Nyawa siap ku tukar.
Kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat, apa kalimat ini masih berpredikat benar?.
Dengan senyap, telah ku tabur benih- benih pemberontakan.
Rezim zolim, harus dihancurkan.
Kalian tak berperi kemanusiaan layaknya dibumihanguskan.
Aku, aku adalah satu dari sekian banyak yang menolak percaya pada mulut penguasa.
Karya: Rei Rumlus